Adair (1984) menawarkan ada lima hal yang dapat dilakukan, yaitu: (1) mengenal diri sendiri dengan Strength, Weaknesess, Opportunities, Threats (SWOT), (2) berusaha memiliki Kredibilitas, Akseptabilitas, Moralitas, dan Integritas (KAMI), (3) mempelajari prinsip-prinsip kepemimpinan, (4) menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan, dan (5) belajar dari umpan balik. Jadi, punya ilmu harus dipraktikkan seperti nasehat Confius, seorang filosof kuno yang menyatakan, ”Inti pengetahuan ialah mempunyai dan menggunakannya.”
Secara obyektif, kehidupan sekolah akan selalu mengalami perubahan sejalan dengan dinamika pembangunan. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan harus berupaya mengembangkan pengeahuan dan keterampilannya dalam mengelola perubahan yang terjadi di sekolah. Melihat posisinya sebagai top leader, kepala sekolah efektif akan menjadi penentu keberhasilan atau kegagalan reformasi pendidikan pada tingkat sekolah.
Dengan melakukan studi terhadap kepemimpinan sekolah efektif kita dapat menggali informasi tentang nilai-nilai efektifitas harus dipelihara di sekolah. Sergiovanni (1987) menjelaskan kriteria sekolah efektif ke dalam hal-hal berikut:
1. Skor tes UAN meningkat
2. Kehadiran (guru, siswa, staf) meningkat
3. Meningkatnya jumlah PR
4. Meningkatnya waktu untuk penyampaian mata pelajaran
5. Adanya partisipasi masyarakat dan orang tua
6. Partisipasi siswa dalam ekstra kurikuler
7. Penghargaan bagi siswa dan guru
8. Kualitas dukungan layanan bagi siswa dengan kebutuhan khusus
Demikianlah, kriteria efektifitas sekolah tersebut akan berkembang sesuai dengan muatan nilai-nilai lokal sekolah, di samping mengikuti standar kinerja pada umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar